Bangsa
ini begitu besar, bahkan tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan
sampai RW dan RTpun terlalu besar untuk diperbaiki. Pada hal tanggung jawab
yang sesungguhnya lebih besar adalah memperbaiki keadaan yang terkecil yaitu
diri sendiri dan keluarga kecil kita. Itulah inti yang penulis dapat cernah
dari khutbah yang sangat berkesan hari ini. Alhamdulillah.
Tentang
pentingnya memperbaiki diri sendiri sebelum memperbaiki orang lain, penulis
teringat akan kisah yang dibawakan oleh Prof Wim Poli yang kurang lebih sebagai
berikut: “Sepasang orang tua diresahkan oleh ulah putranya yang sangat gemar
makan. Akibat kegemarannya itulah sehingga dari hari kehari anak itu menjadi
sangat gemuk. Orang tuanya khawatir bahwa kegemukan anak itu akan mengganggu
kesehatannya, pada hal anak itu adalah putera satu-satunya. Untuk mengatasi
kegelisahan orang tua, mereka mendatangi para akhli untuk melakukan konsultasi.
Ada akhli yang memberikan obat-obat tertentu untuk menahan selera makan anak
itu, dan ada pula yang memberikan makanan tertentu, dan berbagai macam nasihat.
Namun tak seorangpun yang berhasil meredam selera kuat makan anak itu. Pada
akhirnya, orang tua itu mengunjungi seseorang yang bukan akhli tetapi dikenal
sebagai seorang yang bijak.
Setelah
orang tua ini menyampaikan masalah yang dihadapinya, maka orang bijak ini
menyuruh kedua orang tua dan anak ini untuk kembali ke rumah, dan datang
kembali untuk konsultasi dua minggu berikutnya. Pendek cerita, mereka bertigapun
kembali ke rumahnya dan datang kembali ke tempat orang bijak itu dua minggu
kemudian.
Anak
itu dipanggil oleh orang bijak itu memasuki “ruang praktek” tanpa ditemani oleh
kedua orang tuanya. Orang bijak ini kemudian memberi nasihat yang tidak banyak diketahui
orang apa isi nasihat itu, kecuali menegaskan kepada anak itu: “Hentikan
kebiasanmu yang buruk itu, kendalikan selera makanmu, Nak”
Aneh,
sejak saat itu anak ini berubah drastis, tiba-tiba mengubah pola makannya
menjadi teratur sehingga berat badannya terkendalikan. Tentu saja orang tua
anak ini penasaran, jampi-jampi apa, atau obat apa yang telah diberikan kepada
anak ini sehingga berubah kebiasannya itu.
Kedua
orang tua ini, tanpa diketahui oleh anaknya pergi kembali kepada orang bijak
untuk mencari tahu apa yang telah dilakukan oleh orang bijak ini terhadap
anaknya sehingga dapat berubah drastis. Orang bijak ini menjawab bahwa tak ada
obat yang diberikan. Lalu, orang tua itu bertanya lagi. Kenapa pada waktu
proses pengobatan itu, saya diminta untuk datang lagi dua minggu kemudian.
Lalu,
orang bijak itu berkata. Sesungguhnya saya sendiri menderita penyakit seperti
yang diderita oleh putra Anda. Untuk menyembuhkan penyakit yang saya derita itu
saya butuh pengendalian diri selama dua minggu. Pengendalian diri saya sangat
penting untuk dapat memberikan nasihat kepada putra Anda sehingga saya harus
sembuh terlebih dahulu. Setelah saya yakin dapat mengendalikan diri, barulah
saya yakin pula dapat meyakinkan kepada orang lain untuk mengendalikan dirinya.
Jadi,
kalau kita beranggapan bahwa bangsa kita ini mengalami berbagai ketidak beresan
sebagai akibat dari tingkah laku yang menyimpang maka jangan bermimpi untuk
memperbaikinya sekali gus, melainkan kita harus memperbaiki dengan memulai dari
diri sendiri. Agak susah bagi seorang pemimpin untuk memperbaiki yang
dipimpinnya jikalau “beliau” sendiri tidak beres. Bayangkan saja jika setiap
individu pemimpin sudah dapat mengendalikan dirinya dari perbuatan yang
tercela, dan menerapkan hal itu kepada orang yang dipimpinnya termasuk isteri,
anak dan keluarga kecil lainnya dan seterusnya kepada orang yang dipimpinnya
maka yakinlah bangsa ini akan menjadi jauh lebih baik. Kalau sudah yakin
berdasarkan kata hati bahwa diri kita beres, barulah bisa mengubah orang lain.
Masih
ada beberapa contoh yang dapat dikemukakan, Insya Allah semoga dapat disambung
pada waktu yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar